(SYARAT POKJA): SYARAT PERTAMA: MEMILIKI INTEGRITAS, DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB DALAM MELAKSANAKAN TUGAS
Integritas
Sesuai ketentuan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 17 Ayat (1) Huruf a, Pokja harus
memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Menjadi
Pengelola Pokja bukanlah hal yang membanggakan dan menyenankan bagi sebagian ASN.
Berbagai pengalaman manis dan pahit ketika seorang ASN menjalani tugas sebagai Pokja.
Mulai dari kesejahteraan yang tak sebanding dengan besarnya beban dan risiko
pekerjaan, menjadi incaran dari para LSM nakal dan Wartawan tanpa koran sampai
dengan kuatnya arus intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Integritas dapat
diartikan sebagai tindakan yang sesuai dengan norma, nilai, dan prinsip yang
telah diatur. Integritas juga mengandung arti kejujuran. Dalam Pengadaan
Barang/Jasa integritas merupakan persyaratan pertama yang harus dimiliki oleh
Pokja ULP. Perwujudan dari integritas dituangkan dalam Pakta Integritas yang
harus ditandatangani oleh Pokja.
Integritas
seseorang seringkali goyah akibat adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Intervensi sering diartikan sebagai tindakan campur tangan. Bentuk intervensi
yang sering terjadi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa adalah adanya perintah
atau tekanan untuk memenangkan Penyedia tertentu. Istilah yang umumnya
digunakan adalah “arahan/titipan” yang dibalut dengan kata “Kebijakan”.
Semua pihak yang
terlibat seakan dipaksa untuk mengamankan kebijakan tersebut. Melawan kebijakan
dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak loyal. Akibatnya bagi seorang ASN
bisa saja dipindahtugaskan (mutasi) bahkan dibebastugaskan (non job). Loyalitas
seringkali disalahtafsirkan sebagai sikap sesorang yang harus tunduk dan
mengikuti apapun perintah atasan termasuk menabrak aturan sekalipun.
Perintah yang
tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan wajib hukumnya untuk tidak
diikuti. Hanyalah orang-orang berintegritas yang punya keberanian untuk
“melawan” kebijakan yang salah tersebut. Itulah salah satu alasan mengapa
integritas merupakan persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa. Integritas salah satu faktor utama yang dapat menafikan
intervensi.
Tahap Pemilihan
Penyedia (tender) merupakan tahap yang arus intervensi sangat kuat. Proses
pemilihan Penyedia seringkali dianggap hanyalah formalitas. Pemenang tender
sebenarnya sudah ada sejak awal. Segala prosedur yang dijalankan hanyalah upaya
untuk menggugurkan kewajiban saja. Pokja “dipaksa” memutar otak untuk
memenangkan “titipan/arahan” dengan segala cara. Pengaturan dalam proses
pemilihan Penyediapun dilakukan. Indikasi adanya pengaturan tersebut sebenarnya
mudah dikenali.
Faktanya,
intervensi yang menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat ini bukan hanya
terjadi pada tahapan Pemilihan Penyedia lelang saja. Dari hulu hingga hilir
seakan tak pernah luput dari intervensi. Mulai dari tahap perencanaan sampai
dengan barang/jasa itu ada.
Beberapa contoh
adanya indikasi pengaturan dalam proses pemilihan Penyedia antara lain: jadwal
pelelangan berpola minimal khususnya jadwal pemasukan penawaran, hasil
persentase koreksi aritmatik baik kenaikan ataupun penurunan seragam, persyaratan
dalam dokumen pemilihan tidak sesuai kententuan dan mengada-ada dengan tujuan
mempersempit peluang Penyedia yang lain, Penyedia yang dimenangkan cenderung
memiliki nilai penawaran mendekati nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dengan
peringkat dibawah, bergampangan dalam menggugurkan walaupun tidak substansial, dan
masih banyak lagi indikasi lainnya.
Di Republik ini
masih banyak orang benar dan punya integritas. Namun tidak sedikit orang benar
yang berada di tempat, waktu, dan sistem yang salah akhirnya bermasalah karena
tidak mampu mempertahankan kekokohan integitasnya, tidak jarang mereka
seringkali terpinggirkan atau tersingkirkan hanya karena kuatnya arus
intervensi. Harga sebuah integritas memang tidaklah murah, sehingga hanya
orang-orang yang bukan murahan yang mampu mempertahankan kekokohan
integritasnya. Kita berharap semoga ke depannya semakin banyak orang baik yang
mengisi birokrasi di Republik ini.
Disiplin
dan Tanggung Jawab dalam melaksanakan tugas merupakan juga
syarat pertama yang harus dipenuhi sebagai pokja. Tidak jarang kita lihat pada
LPSE-LPSE jadwal pelelangan sering kali berubah-ubah sampai lebih dari 3 (tiga)
kali. Secara aturan tidak ada pelarangan terkait dengan perubahan jadwal sepanjang
dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, akan tetapi jika pokja sangat
mudah merubah jadwal sampai berkali-kali ini merupakan indikasi pokja yang
tidak disiplin dengan jadwal yang telah disusun. Terkadang juga beberapa
penyedia mengeluh pada saat pembuktian kualifikasi dimana mereka telah datang
sesuai waktu undangan namun pokja terkait tidak ada di tempat atau pokjanya
terlambat. Ada juga beberapa keluhan dari PPK terkait dokumen hasil pemilihan
penyedia terlambat diserahkan. Berbagai keterlambatan ini sangat mempengaruhi
siklus dan waktu proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang erat
kaitannya dengan prinsip efektif dan efesien dari sisi waktu. Maka apakah kita
yang telah jadi pokja telah disiplin dan bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugas. Apakah kita yang akan bergabung sudah siap untuk disiplin dan
bertanggung jawab. Jika ada belum bisa fokus, masih sering lalai dari jadwal
yang telah disusun itu berarti kita tidaklah memenuhi syarat menjadi pokja.
Komentar
Posting Komentar