- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Legalitas Pencantuman Merek dalam Spesifikasi Teknis
Pekerjaan Konstruksi
Oleh ANDI JUANA FACHRUDDIN
Permasalahan yang sering dipersoalkan adalah pencantuman merek dalam Spesifikasi Teknis/KAK pada pekerjaan konstruksi. Penilaian tersebut muncul karena sebagian pihak berasumsi bahwa pencantuman merek otomatis merupakan pelanggaran PBJ. Padahal, peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak melarang pencantuman merek secara mutlak, melainkan mengatur batas pembolehan dan batas larangannya.
Hal ini dijelaskan langsung dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Dan Perubahannya tentang PBJ, khususnya Pasal 19:
Pasal 19 ayat (2): “Spesifikasi teknis/KAK dapat mencantumkan merek tertentu untuk: a. komponen barang/jasa; b. suku cadang; c. bagian dari satu sistem yang sudah ada; dan/atau d. barang/jasa dalam katalog elektronik atau toko daring.”
Pasal 19 ayat (3): “Spesifikasi teknis/KAK tidak mengarah kepada produk atau merek tertentu yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.”
Dari hierarki kedua ayat tersebut, ayat (2) merupakan pembolehan mencantumkan merek, sedangkan ayat (3) merupakan larangan bila pencantuman merek dipakai untuk persaingan usaha tidak sehat. Artinya merek tidak dilarang mutlak, dan penilaian hukum bukan pada ada/tidaknya merek tetapi pada tujuan dan jenis barangnya.
Dalam pekerjaan konstruksi, material yang dicantumkan mereknya adalah komponen dan bagian dari suatu sistem bangunan sehingga secara langsung masuk kategori Pasal 19 ayat (2) huruf c. Konstruksi tersusun dari sistem pemipaan, sistem kelistrikan, sistem ME, HVAC, sanitary, panel listrik, hydrant, dan lain-lain. Semua sistem tersebut hanya berfungsi bila setiap komponennya kompatibel satu sama lain. Mengganti satu komponen dengan merek yang tidak sesuai dapat menyebabkan sistem gagal fungsi, mengurangi mutu bangunan, bahkan membahayakan keselamatan pengguna. Dengan demikian, pencantuman merek dalam konstruksi bukan untuk mengarahkan penyedia, tetapi untuk memastikan kompatibilitas sistem, standar mutu, dan keselamatan bangunan.
Pembolehan ini semakin kuat apabila dilihat dari regulasi sektor konstruksi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2021 bukan regulasi PBJ, tetapi peraturan pelaksana UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. PP ini mengatur tata kelola sektor konstruksi, termasuk keamanan, mutu bahan bangunan, kelayakan fungsi bangunan, dan standar sistem konstruksi. Oleh karena itu PP memuat norma spesifik sebagai berikut:
Pasal 70E ayat (2) huruf b PP 14/2021: “Spesifikasi bahan bangunan konstruksi dapat menyebutkan merek dan tipe serta sedapat mungkin menggunakan produksi dalam negeri.”
Norma tersebut menunjukkan bahwa untuk konstruksi penyebutan merek bukan hanya diperbolehkan tetapi merupakan bagian dari mekanisme pengendalian mutu material agar sistem bangunan berfungsi dengan aman.
Selanjutnya, Peraturan Lembaga (Perlem) LKPP Nomor 12 Tahun 2021 berfungsi sebagai aturan operasional teknis pelaksanaan PBJ. Perlem diterbitkan oleh LKPP sebagai lembaga negara yang diberi mandat mengatur PBJ. Perlem tidak menegasikan pembolehan merek, tetapi mengakui pengecualian Pasal 19 ayat (2) dengan bunyi:
“Spesifikasi teknis/KAK tidak mengarah pada produk atau merek tertentu yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, kecuali dimungkinkan sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 beserta perubahannya.”
Dengan demikian, Perlem LKPP sendiri secara eksplisit memberikan pintu pembolehan pencantuman merek bila sesuai Pasal 19 ayat (2).
Tahap selanjutnya adalah melihat standar penyusunan dokumen konstruksi melalui MDP (Model Dokumen Pemilihan). MDP bukan pedoman opsional, tetapi dokumen standar nasional LKPP yang wajib digunakan PPK dan Pokja dalam menyusun dokumen pemilihan penyedia. MDP adalah lampiran resmi (perlem 12 / 2021) sistem PBJ dan berfungsi sebagai aturan baku untuk format dan substansi dokumen pemilihan.
Untuk pekerjaan konstruksi, MDP Konstruksi BAB X Poin A Uraian Spesifikasi Teknis Angka 1–6 menyatakan:
Uraian Spesifikasi Teknis memuat persyaratan teknis barang/pekerjaan konstruksi yang akan dilaksanakan, sekurang-kurangnya meliputi:
1. jenis, merek dan tipe bahan;
2. ukuran, mutu, standar dan/atau performa;
3. metode pelaksanaan;
4. metode pengujian;
5. kriteria hasil pekerjaan;
6. persyaratan lainnya sepanjang diperlukan bagi kelaikan fungsi konstruksi.”*
Norma ini menunjukkan bahwa pencantuman merek pada konstruksi bukan hanya boleh, tetapi merupakan kewajiban teknis dokumen pemilihan agar pekerjaan layak fung
KESIMPULAN HUKUM
Pencantuman merek dalam Spesifikasi Teknis pekerjaan konstruksi sah menurut hukum dan bukan merupakan pelanggaran PBJ, karena:
1. Material konstruksi merupakan komponen dan bagian dari satu sistem, sehingga diperbolehkan secara eksplisit oleh Pasal 19 ayat (2) huruf c Perpres 16/2018.
2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2021 secara sektoral mengizinkan penyebutan merek dan tipe bahan konstruksi untuk menjaga mutu bangunan.
3. Perlem LKPP 12/2021 mengakui pengecualian pencantuman merek apabila sesuai Pasal 19 ayat (2).
4. MDP Konstruksi wajib mencantumkan “jenis, merek, dan tipe bahan” sebagai standar dokumen pemilihan, sehingga pencantuman merek adalah pemenuhan kewajiban teknis, bukan indikasi pengkondisian.
Dengan demikian, pencantuman merek tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum selama dilakukan untuk kompatibilitas sistem, mutu konstruksi, dan keselamatan bangunan, serta tidak dimaksudkan untuk mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Komentar
Posting Komentar